Cerpen : Senja yang Hilang
"A, sebenarnya Neng juga mencintai Aa."
Aku yang tengah asyik mengukir namanya di bibir pantai, dikagetkan dengan suara yang sudah tak asing lagi di telingaku. Aku pepelongoan saat menyadari bahwa suara itu adalah suara dari seseorang yang teristimewa.
Dia bernama Nadia, sosok adek kelas yang kukagumi saat aku masih sekolah, aku tak berani mengungkapkannya, aku hanya bisa mencintainya dalam diam. Karena takut dia akan pergi jika tahu bahwa ada sejuta rasa dalam relung hati.
"Neng? Eh? E-mmm. Lho kok aku ada disini?" tanyaku grogi, masih kebingungan sambil berdiri memutar balikan badan kearah Nadia.
"Aa kenapa, siih. Gak jujur aja dari tahun kemarin?" Dia balik bertanya, tak menghiraukan pertanyaanku.
"E-mm, jujur apa yak, Neng? Hehee."
"Udahlah A jujur aja ih, Aa cinta kan sama Neng? Neng juga cinta sama Aa, ih!"
"Tapi... eh, darimana Neng t,..t,.. tau?"
Sementara Nadia tak menjawab pertanyaanku, dia hanya menoleh kearah Oman yang sedang membidik pemandangan indah dengan kameranya.
Oman adalah sahabatku, aku sering bercerita tentang Nadia kepada Oman
Rupanya Oman yang diam-diam menjelaskan tentang rasaku kepada Nadia.
Kemudian Oman hanya memberikan tanda jempol -sip- dan memamerkan barisan giginya saat melihat kearah aku dan Nadia.
_______
"Tuh, tuh, kan. Itu nama Neng, tuh," celetuk Nadia menujuk ukiran namanya belakang kakiku.
"Eh, hehee."
Kebahagiaan yang tak pernah terbayangkan sebelumnya, jika cinta ini tersampaikan, terbalaskan dalam satu waktu.
Tak banyak pikirku lagi.
"Hehe, iya Neng. Aa cinta sama Neng," jelasku lagi disertai sengiran bibir termanisku, menurutku juga sih.
"Yeey, yey, mo gendong dong A, hehe, boleh kan,?"
"Hrrrr," dengusku sambil garuk-garuk kepala
Belum juga aku jawab udah meluk aja dari belakang.
"Deg!... Neng, duuuh"
"Hehee ayok A"
Alhasil akupun berjalan menggendongnya, kemudian berlari kejar-kejaran, simprat-simpratan air laut.
Sesekali beristirahat sambil memikmati indahnya senja di pantai yang kuberi nama pantai cinta.
"Waktu mulai magrib, awan di langitpun mulai mendung. Aku dan Nadia bergegas pulang mengendarai motor supra milik bapakku.
"Bremmm... bremm," bunyi motor terdengar tertawa bahagaia. (Motornya baper kali yak:v)
"Neng?"
"Iya A, kenapa?"
"Peluk dong, hehee." ucapku agak malu.
"Eummm, hihii, bentar yak. Oke nih, siap yak."
Belum sampai peluknya, belum kurasa hangatnya, tiba-tiba saja hujan turun tak diduga!
Ketika air hujan itu tepat mengenai pas ujung hidungku, pastinya aku tak mau ambil pusing.
Langsung saja aku geser agak ketembok, menarik selimut dan berharap bisa melanjutkan mimpi yang tadi.
Neng, pelukmu menghilang...
Cerpen oleh : Muhammad Nuka
0 Response to "Cerpen : Senja yang Hilang "
Post a Comment